Pesantren Pabelan, lahirkan banyak tokoh

Jum'at, 19 Juli 2013 - 08:22 WIB
Pesantren Pabelan, lahirkan banyak tokoh
Pesantren Pabelan, lahirkan banyak tokoh
A A A
Sindonews.com - Mendengar kata pesantren, sebagian orang langsung membayangkannya sebagai tempat menimba ilmu agama yang sangat tertutup.

Bangunan sekolah maupun asrama dilingkari dengan tembok yang menjulang tinggi. Sehingga, kehidupan santri (sebutan pelajar pondok pesantren) terkesan jauh dari masyarakat sekitar. Selain itu, pesantren dianggap sebagai tempat anak-anak yang nakal, memiliki tingkat kecerdasan yang pas-pasan dan tidak layak masuk di sekolah favorit. Namun, anggapan sirna saat mengunjungi Pondok Pesantren (Ponpes) Pabelan yang berada di Desa Pabelan, Mungkid, Kabupaten Magelang.

Rerimbun pohon berbagai jenis tumbuh di sepanjang jalan dan halaman di dalam kompleks pesantren seluas tujuh hektare ini. Pesantren ini memiliki sekitar 600 santri yang berasal dari berbagai daerah di Tanah Air. Mereka memperdalam ilmu agama sekaligus pendidikan formal. Tiap harinya, santri Pabelan ini sangat dekat dengan masyarakat sekitar. Sebab, pesantren ini dibangun menyatu dengan permukiman penduduk tanpa pembatas tembok.

Pesantren yang didirikan oleh Hamam Dja’far tahun 1965 ini mampu melahirkan tokoh yang benar-benar siap bermasyarakat dengan bekal ilmu agama dan sosial. Di antaranya Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Bachtiar Effendi, serta Wakil Bupati Semarang Siti Ambar Fathonah. Pabelan saat ini dipimpin KH Ahmad Najib A Hamam, yang merupakan putra KH Hamam Dja’far. KH Ahmad Najib A Hamam menegaskan, pesantren merupakan tempat penimbaan ilmu tanpa memandang status ekonomi, kecerdasan dan keturunan.

Karena itu, semua orangtua berhak memasukkan anaknya di pesantren. Pesantren Pabelan, lanjutnya, juga tidak memungut biaya bagi santri yang berasal dari Desa Pabelan sendiri. Namun, bagi yang berkesempatan gratis tersebut disyaratkan untuk mengabdi selama satu tahun di pesantren setelah lulus. Saat ini ada sekitar 130 santri yang berasal dari Desa Pabelan. Keilmuan santri Pabelan tidak hanya didapat di dalam pesantren saja, melainkan dari luar negeri melalui program pertukaran pelajar. Saat ini Pabelan memiliki relasi dengan Amerika Serikat dan Jepang.

Kemajuan program pendidikan itulah yang membuat Pabelan kerap mendapat penghargaan di tingkat nasional maupun internasional. Di antaranya pada 1980, pondok ini mendapatkan penghargaan dari Pakistan karena arsitektur bangunannya. Pada 1982, Pabelan mendapatkan Kalpataru karena berhasil mengajak santri menanam pohon. Tahun 2007 mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat terkait pengelolaan kesehatan santri dan masyarakat. Selain itu hampir tiap tahunnya, santri Pabelana dikirim dalam ajang International Award for Young People.

Selain keberhasilan di dunia pendidikan itu, Pabelan memiliki keunggulan lain di sektor pembangunan fisik pesantren. Sejumlah masjid dengan arsitektur Jawa-Arab yang dibangun 1820 silam, masih terlihat gagah. Masjid didirikan saat Pabelan dipimpin KH Muhammad Ali tersebut merupakan cikal bakal Ponpes Pabelan. Keunikan sejumlah bangunan di Pabelan itu juga menarik hati sejumlah insan perfilman Tanah Air.

Misalnya, film Ketika Cinta Bertasbih sutradara Chaerul Umam dan film 3 Doa 3 Cinta yang disutradarai Nurman Hakim melakukan pengambilan gambar di pesantren ini.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2871 seconds (0.1#10.140)